Monday, April 27, 2015

Tas Kremes v.s Tas Kresek



Beberapa waktu lalu saya pernah membaca tulisan Mbak Linda Djalil mengenai fenomena sosialita, dimana lambang kelas sosial dilihat dari suatu merk tas yang berharga sampai ratusan juta. Sebutlah salah satu merk ini dengan 'Kremes'. Ingatan saya melayang ke seorang ibu, yang pernah mampir ke Tokyo dalam rangka menemani suaminya yang di undang sebagai pembicara dalam seminar tentang komunikasi dan informasi di Jepang

Ibu ini bernama Sri Rahayu, istri Menkominfo Bapak Tifatul Sembiring. Ada suatu hal kecil yang bermakna besar untuk saya. Saat ibu Sri diundang oleh komunitas muslimah Tokyo untuk memberi tausyiah/ceramah di rumah salah satu sahabat muslimah. Yaitu, tas 'Kresek'. Saya bukan salah tulis, yang saya maksud benar-benar K.R.E.S.E.K. Bahkan saya masih ingat tulisan di kresek itu, nama salah satu nama supermarket di Tokyo. Dari tas kresek itu, Ibu Sri mengeluarkan barang-barang berharganya, yaitu buku dan iPad/tab. Saya tergugu dan terharu. Seorang istri menteri yang lazimnya tidak bisa diundang sembarangan, apalagi pengajian kecil ini. Seorang istri pejabat, yang mungkin jika menginginkan suatu barang termasuk tas, tinggal sebut merk kemudian dalam hitungan waktu sang ajudan akan segera mengantar.

MasyaAllah, sungguh tergetar sekali hati ini, di belahan sana perempuan Indonesia berlomba lomba koleksi tas-tas mahal bermerk, dimana tas Kremes (yang katanya KW paling murah bisa 19 juta rupiah) menjadi idola. Tapi apa yang saya lihat dari seorang Ibu Sri? Seseorang yang semestinya bisa lolos klasifikasi sosialita dengan mudah. Ternyata sungguh jauh dari kesan itu. Saat pandangan pertama saya mendapatkan tatapan mata nya yang teduh, ramah, murah senyum dan sederhana. Ketika memberi tausyiah, sarat makna dan dalam rasanya. Wawasan ke-Islam-an beliau luas. Dalam memberi pesan atau nasihat selalu mengulang-ulang, "... ini juga untuk mengingatkan saya pribadi..." Sungguh! beliau adalah daiyah sejati.

Tentu bukan bermaksud bahwa Ibu Sri tidak punya tas, tapi lebih kepada makna bahwa tas dan benda lainnya bukanlah sesuatu yang utama. Bukan suatu hal yang jika tidak bersamanya maka hilanglah kepercayaan diri. Bukanlah benda dimana jika tidak ada maka turunlah kelas sosialnya. Karena sesungguhnya semua akan diminta pertanggung-jawabannya. Jangan sampai, nanti di akhirat saat ditanya mengenai si Kremes, Bu'Berry atau Lusipitong (eh kok mirip nama saya? hehe) ini, kita tak mampu menjawab tentang apa manfaat barang-barang tersebut. Kita tak bisa berargumen bahwa benda-benda ini bermanfaat untuk umat, bahwa benda-benda dibeli karena kebutuhan bukan karena yang lain.

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu berkata, Rasulullah SAW telah bersabda, "Jika anak Adam meninggal, maka amalnya terputus kecuali dari tiga perkara, sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak soleh yang berdoa kepadanya.'' (HR Muslim).

Letakkanlah dunia diatas tanganmu bukan dihatimu. Menganggap semua hal dan kekayaan di dunia adalah bersifat sementara dan tidak perlu dikejar. Janganlah kita meletakkan dunia di dalam hati yang membuat kita menjadi manusia yang rakus dengan dunia. Kemewahan dan kebendaan menjadi cita-cita tertinggi. Sungguh suatu hal yang sia sia karena hidup kita di dunia hanya sementara, dan saat ajal pun tiba, tas kremes hanya tinggal cerita tanpa faedah.

Semoga Allah selalu merahmati mu Ibu..

*tentang si Kremes bisa dibaca disini link tas kremes 

No comments:

Post a Comment