Wednesday, March 11, 2015

Menghadapi Ancaman Penyakit Paru Obstruksi Kronik

Tak banyak masyarakat yang kenal betul dengan nama penyakit yang satu ini. Pamornya mungkin kalah dengan asma atau pun tuberkulosis yang sama-sama golongan penyakit pernafasan. Padahal angka kejadiannya tinggi dan diperkirakan akan semakin bertambah banyak. Dia bahkan telah mengintai kita semua.

Memahami Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) bukan suatu nama penyakit tunggal. Namun PPOK adalah istilah yang menghimpun berbagai penyakit paru kronik yang menyebabkan keterbatasan aliran udara dalam paru. Istilah yang dahulu telah popular seperti ‘bronkitis kronik’ dan ‘emfisema’ tidak lagi digunakan karena sudah masuk dalam diagnosis PPOK. Yang sebetulnya terjadi pada paru PPOK adalah pembatasan aliran udara permanen dalam saluran napas.
Gejala PPOK yang paling umum adalah sesak napas (breathlessness), produksi sputum (dahak) yang banyak dan batuk kronik. Batuk kronik dan produksi sputum sering mendahului keterbatasan aliran udara dalam saluran napas, namun tidak semua individu yang batuk dan berdahak banyak akan menjadi PPOK. PPOK harus dikenal bukan hanya sebagai ‘batuknya perokok’, namun juga sebagai penyakit yang under-diagnose, dan penyakit paru yang bisa berakhir dengan kematian.

Jumlah Kasus
Menurut perkiraan World Health Organization (WHO), 80 juta orang menderita PPOK derajat sedang sampai berat. Lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK pada tahun 2005 di seluruh dunia. Angka ini menyumbang 5 persen semua penyebab kematian secara global. Namun, mayoritas informasi yang tersedia tentang prevalensi, angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) berasal dari negara high-income. Padahal, hampir 90 persen kematian akibat PPOK muncul di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah. Jika tidak ada perubahan berarti dalam kebijakan pengendalian rokok, maka PPOK ini akan secara dramatis naik peringkat menjadi rangking 3 sebagai pembunuh manusia pada tahun 2030.
Dulu kita mendapati PPOK ini lebih umum terjadi pada pria. Kini, karena peningkatan perilaku merokok pada perempuan di negara high-income dan peningkatan pajanan polusiindoor (seperti asap pembakaran ketika memasak di dapur) pada perempuan negara berkembang, PPOK menimpa nyaris sama antara pria dan perempuan.

Mendeteksi PPOK pun Butuh Usaha
Jika anda memiliki gejala batuk disertai dahak yang banyak dan juga sesak (sulit bernapas atau butuh usaha lebih untuk bernapas) disertai riwayat terpajan dengan asap rokok atau polusi lain, maka yang perlu anda lakukan berikutnya adalah melakukan pemeriksaan spirometri. Alat spirometri umumnya tersedia di berbagai rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta dan juga klinik dokter spesialis paru dan pernapasan.  Berbeda dengan alat rekam jantung, dikenal dengan nama elektrokardiografi, pemeriksaan spirometri ini sangat tergantung dengan pemahaman dan usaha kita sebagai pasien. Karena tarik napas dan buang napas itu berada dalam kontrol sadar kita. Secara sederhana, yang paling dibutuhkan bagi alat spirometri adalah aliran napas kita dari titik paru saat paling mengembang ke titik paru dimana kita tidak bisa membuang napas lagi. Akan ada maneuver-manuver lain sehubungan dengan pemeriksaan spirometri ini, namun yang penting adalah kita harus mengerti sejelas-jelasnya instruksi pemeriksa sebelum memulai pemeriksaan spirometri. Karena kalau sudah tarik napas dan buang napas berkali-kali dan ternyata keliru, akan sangat tidak efisien karena berarti harus mengulang pemeriksaan pada waktu lain.
Fakta yang unik tentang PPOK ini adalah perbedaan antara keluhan yang dirasa pasien dengan keadaan yang sebenarnya terjadi pada paru. Pasien mungkin akan mengatakan bahwa dia ‘susah bernapas’ yang berarti ‘sulit mengambil napas’. Padahal yang sebenarnya terjadi pada parunya adalah saluran napasnya membengkak sehingga mengurangi aliran udara, terutama aliran udara keluar (ekspirasi). Akibatnya udara ‘terjebak’ dalam paru dan tidak bisa keluar. Padahal udara yang terjebak ini oksigennya sudah diambil oleh tubuh jadi sudah saatnya dikeluarkan untuk diganti udara yang tinggi kadar oksigennya. Namun udara itu tidak bisa keluar. Organ paru mungkin akan mengatakan ‘tidak bisa buang napas’, walaupun pasien bilang, ‘tidak bisa ambil napas’.

Ketika Serangan Itu Datang
Salah satu pengalaman paling mengerikan bagi penderita PPOK adalah ketika ‘kambuh’. Istilah yang akan digunakan dokter anda adalah ‘eksaserbasi’. Eksaserbasi itu tidak hanya mengerikan bagi pasien, namun juga membawa pesan serius bagi dokter bahwa arah perjalanan penyakit PPOK pasiennya telah berubah. Berubah bagaimana? Salah satu akibat terpenting dari tiap kejadian eksaserbasi adalah tentang fungsi paru.
Fungsi paru yang baik itu adalah ketika paru sudah dalam keadaan tarik napas (inspirasi) maksimal, lalu mampu mengeluarkan udara sebanyak mungkin secepat mungkin. Makin banyak udara yang mampu yang dikeluarkan, makin baik. Lebih cepat, juga lebih baik. Makin sedikit udara yang tertinggal dalam paru, makin baik fungsi paru. Begitulah yang dikatakan hasil spirometri.
Setiap yang namanya eksaserbasi itu kalau sudah mereda, maka fungsi parunya tidak akan sama lagi. Eksaserbasi itu selalu mengurangi fungsi paru. Artinya, semakin sering eksaserbasi, semakin cepat fungsi parunya terkikis. Kalau fungsi paru cepat berkurang dan tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan tubuh, bahkan saat beristirahat, maka penderita tidak lama akan masuk dalam keadaan gagal napas.
Target pengobatan yang ada sekarang adalah bagaimana mempertahankan fungsi paru dan menjarangkan eksaserbasi. Misalnya jika tanpa diobati, frekuensi eksaserbasi bisa 2 bulan sekali. Namun setelah rajin kontrol targetnya jadi eksaserbasi 2 tahun sekali.
Bagaimanapun, fakta yang harus diterima oleh pasien PPOK adalah, PPOK itu tidak bisa disembuhkan, namun bisa dikendalikan. Agar kemudian penderita bisa hidup ‘berdamai’ dengan PPOK dalam parunya.

Fariz Nurwidya 
Majalah Dokter Kita edisi Desember 2011

No comments:

Post a Comment